Siapa yang berani menantangku dengan bertanya apa yang tidak aku ketahui tentang kamu?
Kamu Aquarius. Suka sekali sesuatu yang beraroma serius. Lego, rubik, arsitektur, cerita misterius.
Hampir habis daya ingatku menampung segala memori yang isinya tentang rute kamu bernapas, menatap, berjalan, tersenyum, bicara, egois, dan super sibuk sendiri. Bisa tambah gila!
Tubuhmu yang lebih tinggi lima centi meter dari ku itu suka sekali bertamu ke otakku tiap satu jam sebelum tidur malam. Buntut poni yang meliuk ke atas, hidung menjulang, bahkan matamu yang padam itu terlalu serius bila harus sering berkedip tiga kali lebih cepat dari manusia biasa. Lurus.
Still you remember hari itu? Waktu kamu ulang tahun yang ke lima belas. Manusia-manusia keras kepala di kelas kita pintar sekali merancang kejutan untukmu. Rela menyulap ruang kelas jadi ruang angkasa selama tiga jam berturut-turut, tentu tanpa henti. Aku gak ngerti seberapa berarti kamu di mata mereka. Bahkan, kamu gak pernah menyumbang ide demi hal yang menyangkut nama baik kelas. Kamu gak baik sama mereka. Mungkin karena zat rahasia yang Tuhan tetes sedikit ke dalam jiwamu. Hingga begitu berharga sedemikian rupa. Sialnya, mereka tahu aku suka kamu. Jadilah aku dijadikan bahan tontonan sekaligus bonus bahan tertawaan matang-matang. Aku dipaksa pakai kostum makhluk duper sakit jiwa, katanya kamu suka sekali dengan arfando. Aku menyerah dan kalah. Demi kamu sang perekah. Kostum yang ketat itu buat badanku tak leluasa mencari celah untuk melihat ekspresimu. Hingga pada akhirnya aku pasrah dengan alasan, aku suka kamu dan aku akan melakukan apapun demi kamu, sekalipun harus berjuang dalam keterbatasan kostum alien. Aku harap saat itu kamu senang dan bisa bagi senyum sedikit untuk aku dan yang lain. Sayang bibir tipismu itu jika tak dihias dengan senyuman yang rapi dan terdefinisi.
Gila, gila, dan gila. Itu yang aku alami sepanjang sejarah menyukai mu.
Red velvet, teh manis asin, kerupuk kecap, bencok balado, sampai pinggiran roti tawar. Sungguh tak menyangka laki-laki datar sepertimu banyak maunya dalam hal segala rasa. Dari manis ke pahit. Dari yang mahal sampai yang paling gratis.
Tak ada hentinya bila sedang berbicara mengenai kamu. Entah ini rasa sekadar suka atau lebih atau bukan atau yang lain atau cinta. Yang jelas aku selalu tertarik empat lima bila ada satu orang saja menyebut namamu walau dengan volume paling kecil.
Aku gak ngerti lagi deh. Bener-bener gak ngerti sama kamu yang hampir menggeser posisi ayah dalam kategori laki-laki paling berharga dalam hidupku.
Kamu siapa?
Aku hadir dalam matamu saja tak pernah lebih dari tiga detik. Kamu buat perasaan ku jadi gak lebih penting dibanding majalah-majalah otomotifmu.
Sial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar