Jumat, 19 April 2013

Pengucap Terakhir

Heyhoo.

Hari ini bernama Sabtu, sudahkah kamu berterima kasih pada Tuhan? Atas apa saja, yang jelas sering disebut-sebut 'bersyukur' :). Aku sudah, sekarang waktumu menundukkan kepala dan berkata seluas-luasnya, "Terima kasih, Tuhan." Jangan lupa tinggalkan senyum di belakang kalimat itu.

Baiklah, basa-basiku cukup berarti untuk postingan kali ini, sekarang aku ingin mengadu pada siapapun kamu. Kemarin, lelaki jangkung itu ulang tahun. Dua minggu lalu aku sedikit menghayal, kira-kira kado apa yang akan aku berikan pada dia? Cokelat? Sweater? Sepatu? Tas? Hmm.. atau mungkin pilihan terakhir ini lebih romantis; Mengirim suaraku. Suara yang tak terlalu indah untuk orang terindah seperti dia.  Apapun hadiahnya aku harus menjadi pengucap pertama. HARUS! Dan aku akan.

Tapi, aku siapa? Pernahkan aku 'ada' dalam matanya?

Sudah, nona. Cepat selesaikan saja khayalanmu itu, Ujian Nasional menantimu, duduklah di depan ratusan lembar soal dan lahap semuanya. Begitu kata otak yang jauh dari hati.

Karena aku lebih percaya otak daripada hati yang melulu salah, aku ikuti perkataannya yang tak bermulut itu. Aku lebih penting dari dia yang tak tahu seberapa penting dirinya untukku. Dia bukan apa, siapa, dan dimana bagiku, dia hanya object yang seringkali bolak-balik masuk membanting pintu yang ada dalam ruang hati, tanpa berniat untuk singgah atau sekalipun membuka hatinya untukku. Dia tidak lebih baik.


Sibuk, sibuk, sibuk, dan sibuk. Hari-hari sebelum Ujian Nasional seperti kemarin-kemarin dan sekarang membuat pintu rumahku kerap kali mengucapkan 'Selamat Datang' untuk teman-teman seperjuangan, mereka datang dalam rangka 'Belajar bersama', Ujian Nasional membuat aku berkepala batu, tidak kenal apa itu jam? Siapa itu malam? Dan bagaimana itu istirahat? Rumus-rumus matematika dan fisika menjelma menjadi cemilan kecil yang tak kunjung membuatku kenyang. Hukum Pascal, Archimedes, triple Pythagoras, Volume bangun ruang, perbankan, bioteknologi, dan masih banyak ilmu lain yang entah berguna atau tidak untuk masa depanku nanti yang harus ku pahami. Mereka semua adalah wujud benci yang tak boleh, aku muak tapi tak boleh, aku lelah itu pasti.

Mereka semua yang ada di dalam paragraf sebelumnya mengantarkanku pada pukul 22.30 malam, kemarin. Tepatnya pada tanggal yang bernama 19 April. Aku tidur di atas kasur, disamping ibu, di depan tv. Channel tv swasta itu sedang menyiarkan tentang masalah Ujian Nasional SMA se-Indonesia. Aku tak terlalu menyimak karena mata saja sudah minta ditutup.

"TIDUR SEKARANG, AUDIIIII!"

Akupun tidur. Jiwaku mengecil dalam tubuh seorang Audi, berteriak-teriak girang karena sedikit lagi aku akan sampai ke alam mimpi. Yippie, aku selalu suka di bagian ini, bagian dimana aku tahu sedikit lagi aku akan bersenang-senang disana, entah itu mimpi buruk atau bahagia, alam mimpi lebih mengasyikkan dan mengacu adrenaline. Semuanya tidak nyata, tapi membuat kita percaya bahwa semua yang 'tak ada' ternyata bisa kita rasakan disana. Semalam, aku jadi benar-benar tidak sabar untuk bermandi cahaya di mimpi, menginjak dunia yang tidak lagi dipanggil bumi, merasakan air hujan yang tak membuat tubuhku basah, dan merasa paling dicintai meskipun sendiri.

Tuhan, aku ingin hidup lama di sini, mimpi. 'Kan aku jadi bisa lebih dekat denganMu ;)Aku ingin ada di sana kapanpun, ingin menua, beratus-ratus tahun menjadi dewi mimpi, ulang tahun disana. Tunggu! Ulang tahun? Dia? Hari ini? Aku buka lagi mataku, jam dinding menjadi pusat perhatian. Ya Tuhan? Sebegitu banyakkah materi pelajaran kelas sembilan sehingga hari ini menjadi tertumpuk dan tak terlihat oleh mata biasa?

Pukul 23.30. 30 menit lagi sudah tanggal 20 April. Tidak, aku harus menjadi pengucap ulang tahunmu yang istimewa. Aku meraih android terdekat, menekan ikon twitter dan yap, aku mengetikkan kata-kata yang sedang antre di luar kepala. Duh, aku benar-benar pusing memilih siapa kata pertama yang harus dia baca.

Selamat.

Ya, mungkin kata selamat akan menjadi lebih baik, aku ketik 'selamat' dan YAP! Secara tiba-riba handphone itu mati, bodoh bodoh bodoh. Aku berlari kecil lalu menggapai blackberry kepunyaan Audrey; Adikku. Tapi sebelum mengetik aku baru ingat, paket full service nya habis, dan aku pun sedikit kebingungan, tak mungkin aku menggunakan laptop, karena ayah akan sangat marah ketika tahu anak gadisnya masih berbesar mata untuk malam yang semalam itu. Baiklah, aku menunduk. Mungkin sudah takdirnya untuk tidak menjadi pengucap istimewa baginya, toh aku bukan siapa-siapa. Tapi kan, setidaknya karena aku maju sebagai pengucap istimewa, ada sedikit peluang untuk menjadi siapa-siapa untuknya. Aku semakin tertunduk. Sial, begitu hebatnya otakku, begitu tak berfungsinya hati ini. Aku jadi tak percaya keduanya, air mata saja jadi jatuh, aku berubah menjadi dewi cengeng malam itu.

Maaf ya, tuan. Aku undur diri menjadi pengucap istimewa dalam ulang tahunmu, aku tarik janjiku untuk masa depan yang katanya aku akan menjadi wanita yang selalu ada di sebelah. Otak ini begitu mengacaukan. Mengacaukan apa saja.

Tiba-tiba, android mungil itu bersinar putih lagi, tapi percuma. Aku sudah menyerah. Android itu menarik-narik perhatianku lagi, aplikasi twitter terbuka dengan sendirinya. Tapi maaf, duhai smartphone yang mungil. Aku tetap menyerah dan kalah.

Benarkah kamu kalah? waktu tinggal lima menit lagi.

Dengan nafsu besar, aku lupakan kejadian dua detik lalu. Aku ketik kata-kata sederhana itu, tapi aku sengaja tetap menjadikannya itu status, bukan mention untuknya. Karena cepat atau lambat dia akan tahu dan mengerti.

                 Masih tanggal 19, dan tidak terlalu telat. Selamat ulang tahun, Akbar Putra :)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar