Jumat, 16 November 2012
Tentang Kita diKolong Langit 2
Cerita Kecil Sebelumnya
Nelwan. Semua sangat mengkhawatirkan tentang keadaannya yang tengah berjuang dalam drama kecil yang disusun Tuhan. Air mata mereka jatuh dengan wajah tersedu. Merpati-merpati putih sibuk datang dan pergi dari surga menuju bangsal 105, hanya untuk mengirimkan surat kecil yang berisi doa dan harapan untuk Nelwan. Tapi, bagaimana dengan aku?
Seorang aleesha yang tak berayah juga ber-ibu. Kemana harapan-harapan kecil untukku? Kemana Ibu Sofiyanti? Ibu panti yang biasa menanyakan tentang sudahkah aku makan, mandi, belajar dan segalanya. Kemana kak indi dan safira yang biasa meneriakkan suaranya tepat ditelinga kanan dan kiri-ku untuk segera bangun, membasuh suci bagian kecil badan untuk berwudhu, dan menghadap Allah. Kemana juga seluruh anak panti asuhan yang selalu menyapaku dengan sebutan 'anak mami' setiap saat kita bertemu, kemana pak lukman, pria penjual sayur yang sering mengangkat kedua wortel dagangannya, setiap saat aku datang kepadanya. Kemana mereka? Aku butuh. Sangat butuh.
*****
Ketujuh anak itu menunduk lesu didepan bangsal 105, sebagian dari mereka ada yang terduduk sambil menutup matanya untuk istirahat sejenak. Walau begitu mereka yang tetap berposisi tenang sangat berbeda dengan bu riana yang sedari tadi bolak balik tak tentu tujuan. Mulutnya terus berkomat kamit, tangannya menggenggam salib, sambil diselipkan nama 'Nelwan' didalamnya, wajahnya penuh dengan usapan air mata, rambutnya terurai tak teratur. Dan niatnya tetap menunggu buah hatinya, yang biasa ia panggil 'ksatria mama' sementara pak said yang baru menampakkan batang hidungnya datang tergesa-gesa sambil membawa sebungkus kresek dan berkata:
"ada orang panti asuhan, sepertinya nunggu leesha dilobby!" Ucapnya kearah ibu riana
"Sungguh?"
"Ya, kamu Mau menemui mereka?" Tanya ayah said
"Tidak. Tidak perlu" jawab bu riana singkatsambil mengambil langkah menuju kursi hijau yang tak jauh dari posisi ia berdiri.
Ayah said mengikuti arah ibu riana, seperti ada kata-kata yang ingin disampaikan
"Yakin? Apa tidak Mau sekedar basa basi? Aleesha dan Nelwan Kan satu ruangan"
"Tidak. Tidak perlu" jawab bu riana, masih dengan jawaban yang sama
"Baiklah" balas ayah said Pasrah
"Aku menyesal" ucap bu riana
"Aku tahu!" seru ayah said
"Maka itu aku tak ingin tahu soal leesha kali ini. Aku berusaha untuk tak mempedulikannya. Aku mencoba untuk menahan air mataku untuknya, tapi..tetap saja doa ku untuknya tak sengaja terkirim pada Tuhan"
****
Kak Indi bilang, saat ia berumur 9 tahun. Ia melihat seorang bayi yang digendong oleh lengan seorang wanita berparas cantik yang mengenakan baju mewah, disampingnya ada seorang lelaki dengan jas hitam. Matanya bulat, hidungnya mancung, badannya tegap, rambutnya keriting. Lalu ia membawa bayi itu menuju ruangan bu sofiyanti, Kak indi memang sengaja mengikuti langkah mereka, ia bilang ia sangat penasaran dengan tamu asing yang baru datang itu. Kakinya memanjat-manjat, ia terus berusaha mendekatkan pandangannya ke celah jendela ruangan bu sofiyanti, sayup sayup terdengar suara tangisan bayi mungil itu, sang ibu berbaju mewah berusaha menenangkannya dengan kata "cup...cup anak manis" sementara sang pria berambut keriting itu sibuk menjelaskan sesuatu pada ibu sofiyanti.Tiba-tiba ada sesuatu yang menepuk pundak Kak indi, ia cukup membuatnya terkejut
"Eh roni, bikin aku kaget Aja" keluh Kak indi
"Maaf.. emangnya lagi liat apa sih?" Tanya roni, teman pantinya sedikit berbisik.
"Ada anak bayi, dia lucu banget, orang tuanya kaya lagi" kata Kak indi
"Oh ya? Jangan-jangan mereka Mau adopsi salah satu diantara kita lagi..." Ucap roni dengan nada takut
Dertttt.... suara pintu ruangan bu sofiyanti berbunyi, tiba-tiba terlihat sosok bu sofiyanti yang diikuti oleh wanita dan lelaki kaya itu.
"Ehhh roni, indi. Kebetulan ada kalian, roni coba tolong ibu ya? badan kamu Kan besar, coba gendong leesha ya?" pinta bu sofiyanti
"Leesha siapa bu?" Tanya roni polos
"leesha itu adik kecil baru kalian" jawab bu sofi sambil diiringi senyumannya.
Kedua orang asing yang kaya itu ikut tersenyum mendengarnya, seraya berpamitan dan mengucap terima kasih kepada bu sofiyanti.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar