Kamis, 29 November 2012

Bukan Drama


"Andin.... minum dulu dong susunya...." teriak sang bunda dari dalam seraya membawa segelas susu

"Aku telat.. bun.." teriaknya juga sambil terus berlari terburu-buru

                                                             ***
 Ini terjadi diluar apa yang telah ia bayangkan kemarin malam. Senyum, tawa, canda. Hanya menjadi  'harapan' lagi. Emosinya meluap. Ia telat (lagi). Dihukum (lagi). Menangis (lagi). Gadis itu menyapu halaman sekolah yang penuh dengan daun berserakan sesekali melirik arloji merah muda yang melingkar ditangannya. 06.15. Ia sulit untuk mempercayai, bahkan kemarin ia sampai disekolah dan telat tepat pukul 06.30, itupun Pak Komar (security sekolah) baru saja merapatkan pintu gerbang. Namun kini? sulit untuk benar-benar dimengerti, semua siswa dan guru telah melakukan aktivitas seperti biasa dengan serempak didalam kelas.


 Menjadi disiplin memang tak mudah baginya, lagi-lagi ia terus memikirkan buku paket Ekonomi yang hilang kemarin. Padahal sudah jelas Ia menaruhnya dalam loker pribadi, namun tak selembarpun halaman dari buku itu berbekas. Ia kesal, membayangkan ada dinding yang membentang dihadapannya, Ia akan mengumpulkan sekuat tenaganya dan memukul dinding itu geram. Semua yang ia usahakan gagal akhir pekan ini. Ia merasa milyaran kesialan mengantri dalam luar tubuhnya, lalu menembus permukaan halus kulit dan membuat tubuhnya bekerja seperti orang lain. Bukan dia, bukan dirinya. Kemana dia? kemana Andini? 

Belum lagi memikirkan tentang dirinya yang tak 'diberi' waktu untuk sekadar menatap Adam dari jauh. Ya, Adam. Lelaki yang tiga tahun belakangan ini menetap diruang pikiran dan kompleks hatinya. Menetap. Tetap disitu.

Tertiba Ia merasa dirinya ditarik oleh seseorang, entah jiwanya ikut tertinggal atau tidak. Entah. Sekali lagi, entah..


Aula Sekolah, 07.30                                                        ***

"Andin.. Saya minta kamu serius, kebiasaan kamu akhir-akhir ini, gak sesuai lagi sama posisi kamu sekarang dikelas sembilan, apalagi kamu harus ngejalanin hukuman dengan cara cengeng kayak gini... apa kamu gak sadar? kalau itu bukan hal yang harus kamu lakukan lagi.." kata Bu Resita dengan wajah serius yang terduduk dihadapannya

Andin tak menjawab, ia hanya melanjutkan tangisannya.

Bu Resita berdiri, sedikit melangkah kearah jendela. Andin hanya berusaha mengencangkan tangisannya dalam ruang yang hanya mempertemukan ia dengan guru yang sangat Ia sayangi. Ia benci dengan semua, namun Ia tak ingin hal kecil membuat Bu Resita kecewa terhadapnya. Apalagi setelah mengetahui nada bicara guru berambut lurus itu sedikit lebih sinis.

"Jujur, saya kecewa.." lanjut Bu Andin

Bahkan, kalimat yang sedari tadi Ia harap tak terjun dari bibir itu, kini keluar. Benar-benar Ia dengar.

"Bukan hanya itu, kemarin Eylin.. teman sebangku kamu bilang, kalau kamu menyimpan contekan untuk ujian fisika..."

Ia tersentak, tangisnya terhenti. Kini hal yang benar-benar tak pernah terjadi datang untuk dipertanggung jawabkan. Ia tak kuasa menahan segala batinnya, namun ia juga tak kuasa menjawab apa yang Bu Resita pertanyakan. Eylin? gadis lembut itu? Ia tak percaya, bahkan tak pernah percaya dengan yang terjadi hari ini.

"Belum selesai, Ibu baru saja mendapat laporan kalau kamu mencoreng nama baik saya dengan meng-edit foto saya, dan mempostingnya di facebook..."

Wajahnya kini memerah. Tak pernah, bahkan tak akan ia melakukan hal konyol itu.


Bu Resita menghampiri Andin dengan langkah membara. Pandangannya jengkel. Setelah dekat dan benar-benar dekat, ia menarik kerah baju Andin. Tangisan Andin mulai menguasai ruangan itu lagi, dengan jeritan yang maha dahsyat karena takut Bu Resita akan melukainya.

                                                           ***

Adam berlari didepan, membawa satu loyang kue warna-warni dengan hiasan cream pola tribal dipermukaannya, sedangkan teman-teman sekelasnya berlari mengikuti dibelakang. Ada yang menggenggam karton warna-warni dan mengangkat-angkatkannya keatas, ada juga yang hanya membawa senyum takut-takut. Sedikit berbeda dengan Nando. Ia menggenggam sebuah kamera dan menyorot sekelilingnya, cukup penuh ketegangan. Semua murid yang tersisa dikelas-kelas lainnya lah yang menonton live streaming dari isi handycam yang disorot Nando, Pak Oesman menjadi operator musik. Nadhila akan menghubungi guru matematika itu apabila rombongan kelasnya telah sampai didepan aula sekolah.

                                                       ***

Ruang aula semakin menyebarkan aroma-aroma ketegangan. Andin semakin merasa tersiksa, Bu Resita tak terus mengeluarkan kalimat ancaman yang akan ditanggung Andin.

"kamu berhasil membuat saya gila, Andin.. saya akan melakukan lebih dari apa yang pernah kamu lakukan terhadap saya.... dan.." kalimat ancaman itu terpotong oleh cahaya lampu yang tertiba mati. Ruangan itu menggelap, bayangan wajah bu Resita hampir tak terlihat. Andin menutup matanya, sedikit lega karena tarikan terhadap kerahnya mulai mengendur, perlahan aroma tubuh bu Resita menjauh, hampir tak tercium. Keheranan mulai menerkam-nerkam dirinya. Hampir tak ada oksigen yang terhirup, sesak itu memeluk erat tubuhnya. Ia memulai tangisannya (lagi). Ia rasa, Ia sudah menerobos pintu neraka karena Bu Resita telah berhasil membunuhnya di Aula.

"Tol..o..ong.." desah Andin semakin ketakutan

Angin-angin datang dari tak tentu arah. Ia menggoyang-goyangkan rambut panjang Andin, Dingin kini menusuk tajam lembah-lembah kulitnya. Bahkan, ia tak kuasa melihat sekeliling. Ia memejamkan matanya. erat.

                                                       ***
Suara Nadhila dan Pak Oesman tersambung sudah dalam telepon

"mulai musiknya ya pak, 1...2..3.." bisik Nadhila

Alunan musik dengan nada yang begitu asing menusuk lubang telinga semua warga sekolah, namun dentingan pianonya malah membuat semuanya begitu menikmati. Rombongan Adam mulai melangkah memasuki aula gelap yang masih tersisa desiran angin-angin kecil, suara ketakutan Andin masih terdengar merintih. Nando terus merekam semua yang ada dan terjadi, Guru-guru maupun murid-murid yang menontonpun semakin merasakan ketegangan mendahsyat

Eylin berlari kecil dan menekan saklar yang membuat ruangan itu terang kembali

"HAPPY BIRTHDAY ANDIN.... HAPPY BIRTHDAY ANDIN... HAPPY BIRTHDAY... HAPPY BIRTHDAY... HAPPY BIRTHDAY TO YOUUUUUU....." Adam dan Rombongan teman sekelasnya bernyanyi seru dihadapan Andin

Andin bimbang, entah menangis atau tertawa bahagia yang harus Ia rasakan. Adam kini dihadapannya, membawa kue, bernyanyi merdu. Sampai-sampai ia sadar bahwa Ia terlalu sibuk memikirkan kesialannya, sehingga Ia lupa dengan hari istimewanya.

Tertiba, Adam berputar mengelilingi Andin. Langkahnya pelan namun pasti, seraya mengucapkan kalimat-kalimat syahdu yang didengar Andin dan seluruh warga sekolah.

"Gue tau gue bodoh... kemana aja gue selama tiga tahun ini? Mungkin buta atau tuli juga.." katanya seraya terus memutari tubuh Andin "Mungkin emang gak pernah tau kalau ada cerita terindah selain di negeri dongeng. Gue kira, cuma Cinderella yang sabar nunggu pasangannya, cuma kugy karmachameleon yang rela sakit cuma demi mencintai..." lanjut Adam lalu berhenti tepat dihadapan wajah Andin yang terus menunduk

Semua yang menyaksikan dan ada disekeliling mereka memejamkan mata dan merasakan pemandangan indah yang mereka dengar. Adam begitu berbeda, begitu sempurna.

"gue tau. lo kagum sama gue bukan karena apa-apa. Dan... gue kagum sama lo karena bukan apa-apa juga. Jadi Tuhan ngebiarin ini semua terjadi dan ngebiarin kita saling cinta dengan tetap membuat kita jadi diam.. kita diam, dan kita saling mencintai di waktu yang awalnya emang berbeda tapi akhirnya jadi sama.." 

"jadi?" tanya Andin mulai membuka suara

"g..g..gue... ehm.. bolehkan gue...ehmm.. kit..kita bisa pacaran sekarang kan?" tanya Adam dengan  begitu gugupnya

Andin merasakan waktu yang begitu sempurna, Wajahnya memerah haru, Hingga tak ada lagi yang dapat mendeskripsikan kebahagiannya.

"trima... trima... trima... trima..." sorak teman-temannya dan seluruh warga sekolah yang menyaksikan pertunjukkan cinta nan nyata itu

"bisa kok dam.." ucap Andin akhirnya

"cieeeeeeeeeeeeeeeeeeee...." sorak-sorak mulai terdengar

"potong kuenya dongg..." teriak Agus

"huuuuuuuuuuuu..." 

                                                      ***

"Aku kira ini mimpi buruk, abis acting bu Resita keren banget.. tapi... nakutin.." elak Andin yang tengah berjalan pulang bersama Adam dibawah kemarau

"sorry ya.. tapi sumpah muka kamu lucu.." puji Adam

"O ya? selucu apa, dam?"

"terserah kamu selucu apa.."

"hem... Dam, aku tau banget kalau kamu suka Kahlil Gibran.."

"Hah? tau dari mana?"

"aah kalau soal itu aku lupa.."

"kamu suka juga?"

"enggak begitu.. tapi.. puisi dia yang paling aku suka itu.." Andin berhenti sejenak dari langkahnya 

"Senandung Cinta

Jiwa yang terkapar nada rindu mengusik kalbu Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta
Nada kasih mengalir menembus sukma
Menyentuh batin mengalirkan sayang

Nyanyian yang tiada pernah tergores tinta

Sungguh...betapa segala resah mendesah
Bimbang mengguncang dalam ketidak-abadian
Untuk siapa nada ini kan menyapa


Adam melanjutkan bagian syair yang sempat putus itu


Di relung jiwa bersemayam segala rasa
Terhempas risau, melayang hilang
Menjelajah hati menjawab tanya
Hadir membayang dalam bayang-bayang
Getar ujung jemari kabarkan kehadirannya
Nyata terasa getaran dijiwa.
Bening air mata, berkaca-kaca
Bak air telaga yang memantulkan gemerlap bintang

Sendu merayu ditengah heningnya malam

Bercengkrama bersama titik-titik embun
Membongkar dinginnya kabut rahasia
Hingga kebenaran, datang  menjelang



Andin mulai merasa sangat tertarik untuk melanjutkan syair itu bersama Adam


Nada lahir dari ujung renungan
Mengalun bersama kesunyian
Menepis semua kebisingan
Mengalir diantara mimpi dan bayangan

Adalah cinta terbawa nyata diantara alunan nada

Rindu memecah sepi, lantang bergemuruh menderu hati
Menabur mimpi, dalam hasrat menggebu di ujung rindu
Dibalik nada-nada cinta, aku menemukanmu"


Merekapun mulai melangkah lagi, dengan bermandikan syair cinta sambil ditemani dedaunan ungu yang berjatuhan perlahan dan pohon tinggi-tinggi dikanan dan kirinya. Yang perlu kamu tahu, cerita yang baru saja kamu ikuti bukan drama. Mereka adalah dua sejoli yang baru saja menemukan waktu untuk tetap saling mencintai, dan untukmu.. Ya untukmu, percayalah cinta akan datang, meski kau merasa sangat lama, tapi waktu terus berjalan mengarah padamu, untukmu dan tetap diciptakan teruntuk dirimu.









1 komentar: