Selasa, 23 Oktober 2012
Mau Kita
Sore ini, aku masih terduduk disampingnya, seperti biasa.
menikmati belaian angin sore yang membuat ujung kerudung merahku dan rambut Emir menari-nari.
Kaki kita masih bergandengan, mengayun-ngayun
mulut kita tak berhenti tertawa seperti anak kecil diujung sana, tak lupa juga sambil sibuk dengan sepasang es krim yang mulai meleleh ini.
"Menurut kamu, kalau udah gede. aku bakal jadi pemain bola gak?" tanya Emir seraya menoleh, memfokuskan matanya pada wajahku
"heem... bisa aja!" jawabku masih tetap sibuk dengan es krim ini
Tiba-tiba, sesepoian angin yang sedari tadi akrab, seolah tak mengerti situasi. Angin itu menghitam, rerintikan hujan yang datang ikut membatu melelehkan permukaan es krim ku.
Senyumku berbalik arah seketika,
"Ngapain cemberut, ayoo lari!" Seru Emir sambil menarik tangan kananku
"kita mau kemana?" tanyaku penasaran
"kebawah pohon"
Sesampainya, kita dibawah pohon. Kita duduk bersandar. Berdua
"Hari ini, aku seneng deh'' ujar Emir
"kenapa?"
"karena, aku gak nyangka aja" lanjutnya
"ga nyangka, karena?" tanyaku lagi
"Yaa..... pokoknya susah dijelasin" jawab emir
Aku tersenyum, lalu terbangun. Seolah mengerti, seolah menangkap.
Kupu-kupu itu berterbangan mengikuti arah bangunku, seraya meraih ujung-ujung jariku.
Aku berdiri dihadapannya yang masih tersender. Wajahnya menunjukkan bahwa sangat menanti apa yang akan aku lakukan.
Aku berputar, memejamkan mataku, mengukir senyumku, membayangkan ada alunan piano yang mengiringi, seraya berkata
"Kamu kan pernah bilang, waktu jam aku hilang, aku boleh liat waktu pake jam kamu. Terus pas susu kamu tumpah, aku buka botol susu aku, dan masukkin 2 sedotan untuk kita minum sama-sama"
"itu berarti?"
"berarti, apa yang kamu rasa. juga boleh aku rasain, dan otomatis aku tau apa yang aku rasain"
"yaa.. kamu emang tau, tapi kamu sama aja kayak aku. Kan gak semua hal bisa dijelasin secara logika"
"yaa.. tapi hal satu ini, bisa, mau tau apa yang kamu rasain sekarang?!"
"apa coba?" tanya Emir seolah tak percaya
"coba kamu pejamin mata kamu!"
"udaah"
Aku mencoba menarik tangannya, mengajaknya bangun, lalu pergi kehalaman yang sudah dikuasai oleh basahnya rerintikan hujan. Walau aku dan dia tahu, rerintikan itu sudah berubah menjadi derasnya hujan. Tapi, aku tak takut, dia juga.
Kini, kita saling terpejam, dan saling berhadapan. Ditengah derasnya hujan. Sambil ditemani pelangi yang melungkung disetiap sudut pertemuan kita
"Syaa, kamu bawa aku ketempat hujan ya?" tanya emir
'katanya kamu gak takut?"
"iyaa.. lagi, siapa bilang aku takut. Ayoodong cepet, katanya kamu mau bilang apa yang aku rasain"
"oke.. oke, yang kamu rasain sekarang adalah. takut. Ya, tak usah bertanya lagi, kamu takut kan? kalo kita gak bakal ketemu lagi? kamu takut kan kalau leukimia kamu gak bakal sembuh? kamu juga takut, kalo senyum aku gak ada lagi disetiap sore kamu"
'Stop, emangnya kamu peduli?" tanya emir
"aku gak peduli, aku gak peduli itu. Bukannya, aku gak pernah peduli tentang kamu? bahkan aku gak pernah mau tau, siapa cinta pertama kamu, siapa idola kamu"
'karena?" tanya emir lagi
"karena, emang gak ada yang perlu dipeduliin. yang aku peduliin itu kita. aku dan kamu."
"okee, kembali laagi ke yang tadi!" pinta emir
"aku cuma mau bilang, kamu gak perlu takut. karena aku gak takut"
"kamu gak takut, karena kamu gak ngerasain" bentak emir mengeluarkan emosinya
"kan aku udah bilang, apa yang kamu rasain, aku juga rasain, jadi mir. yang kamu harus rasain itu hari ini, jangan pikirin kemarin juga besok. karena, bukan cuma kamu aja yang takut besok mati. dunia juga, dunia bisa mati. dan kita akan mati bersama-sama didalamnya" jelasku
"terus, apa mau kamu sekarang?"
"bukan mau aku, tapi mau kita. mau kita sekarang adalah membuka mata kita yang terpejam, saling melihat kedua bola mata. apakah ada air mata atau tidak, lalu menari-nari dalam hujan, tak perduli. terus kita hantam"
Lalu, emir membuka matanya. Dipikarannya sudah kosong akan leukimia. dipikirannya cuma ada kita. Tertiba dia menarik tanganku, mengajakku menari-nari, berputar hingga terjatuh, Ah namun kita tak peduli, karena kita masih bisa bangun lagi.
Kita terus berlarian, saling mengejar, kupu-kupu yang tadi senantiasa mengajakku bangunlah yang kami kejar, kami terus tertawa dan berlari, hingga sinar bulan memanggil kamu untuk segera pulang.
Untuk kamu nun jauh disana,
Audisya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar