Gadis 16 tahun itu terus berlari dengan kencangnya. Sedikit lagi jarak nya akan tertempuh menuju sekolah. Dia tahu dia telat, maka teruslah dia berlari, berusaha mengurangi kelemahannya.
***
Sebenarnya, Dia gadis yang amat
rajin. Pagi ini pukul 05:30 Ia sudah duduk tenang di bangku sekolahnya,
matanya memandang ke segala arah di penjuru seisi sekolah, namun
seketika matanya menemukan Iyon, kekasihnya yang berjalan cepat dengan
wajah yang penuh kecemasan dari koridor sekolah. Luna pun mengambil langkah bangun dan berlari mendekat kearah Iyon.
“Selamat pagi yon ” Sapa Delaluna
“Eh Lun, untung aja kamu dateng, PR
aku ketinggalan nih, daripada basa basi mending kamu cepet lari kerumah
aku, terus minta PR sama bi Ratna, PR nya ada dikamar aku” pintanya
tanpa menjawab sapaan Luna
Dengan wajah tersenyum Luna
menjawab “Siap yon, tapi syaratnya kamu harus tenang ya. Jangan
khawatir, aku pasti bakal bawa PR kamu ”
“alaah, jangan banyak basi-basi, udah sana!” seru Iyon.
Lunapun memulai langkahnya dengan berlari. Sesekali
berhenti saat menemukan dua jalan pilihan sembari mengingat-ingat.
Niatnya satu, hanya tak ingin membuat kekasihnya itu cemas dan kecewa.
Niatnya satu, hanya ingin membuat Iyon tersenyum, selagi dia masih
disisinya.
Langkahnya memang tak ada halangan,
semua berjalan begitu tenang, dengan berlari kecil dan melempar
pandangan kearah manapun. Namun itu sebelum datangnya sebuah
rerintikkan, rerintikkan gerimis yang mulai menciptkan titik-titik air
yang terciprat di seragam sekolah Luna. Tak sedikitpun langkahnya
berhenti, Ia mulai merelakan seragamnya yang basah daripada harus
kehilangan senyum Iyon.
“Yaampun non, minggir dulu di warung sini, hujannya mulai deres atuh…” tawar seorang Ibu umur 40an
“gapapa bu” teriak Luna sambil meneruskan langkahnya.
Langkah lari nya mengantarkannya
menuju jalan raya yang mulai dipadati oleh kendaraan mobil, sedangkan
motor-motor , banyak yang merayap di trotoar. Matanya sibuk mencari
celah untuk menembus jalan yang penuh kemacetan ini. Tak ketemu. Ia pun
memulai tingkah bodohnya. Tingkah bodoh yang sering Ia lihat dalam
adegan di teve, yakni berjalan diatas atap atap mobil yang berjejer terbaris. Memejamkan matanya sembari berdoa, lalu memulai aksinya, niatnya satu agar Iyon tetap tersenyum.
Permukaan atap mobil yang licin
akibat air hujan yang masih menderas, membuat Luna sedikit kesulitan,
orang yang berada dibawahnya mulai memasang tampang bingung dengan suara
aneh yang ada diatasnya.
Tapi akhirnya, Ia sampai juga pada atap mobil terdepan. Semua dibekali oleh doa dan niatnya yang ingin selalu membuat Iyon tersenyum.
****
Hujan belum juga reda, tapi Ia
masih bisa mengingat letak rumah Iyon. Seingatnya rumah Iyon adalah
rumah ber-cat cokelat bernomor 26. Sekarang Ia berada di depan rumah
nomor 19. Baiklah, Ia terus melangkah melewati 6 rumah. Hingga
benar-benar sampai di rumah bernomor 26. Dengan takut-takut, Ia ketuk
pintu rumah itu. Ketukannya sedikit gemetar. Mungkin karena kedinginan.
Pintu terbuka, dibaliknya Nampak wajah wanita dengan milyaran kesinisan. Seketika
keadaan menggaring karena Luna merasa takut untuk membuka mulut. Wanita
dengan wajah sinis itupun menutup pintunya kembali.
Dengan rasa kaget, Luna kembali mengetuk pintunya lebih keras sambil berteriak
“Saya adik kelasnya Iy.. eh Kak Iyon, mau ambil buku PR kak Iyon yang ketinggalan”
Pintu kayu itu terbuka lagi. Tapi
isi dibaliknya berbeda. Nampak wanita yang tak muda lagi dengan alunan
senyumnya sambil menyerahkan buku tulis bersampul merah, sepertinya itu
yang dimaksud buku PR Iyon.
“terima kasih bu” ucapku sambil meraih tangan wanita itu untuk salim
*****
Gadis 16 tahun itu terus berlari dengan kencangnya. Sedikit lagi jarak nya akan tertempuh menuju sekolah. Dia tahu dia telat, maka teruslah dia berlari, berusaha mengurangi kelemahannya.
Ia sampai didepan gerbang yang
tertutup rapat. Pertanda jam pelajaran sudah serentak dimulai. Dengan
wajah memerah Luna mendekatkan matanya ke lobang kecil dekat pintu
gerbang.
HAP! Matanya menagkan sebuah bola mata yang juga sedang mengintip ke lobang itu.
“Yaampun pak Edy, bikin kaget aja”
“Delaluna bukannya udah dateng tadi?” Tanya pak Eddy, security sekolah dari balik gerbang itu
“Iya pak, tapi saya tadi baru ambil buku PR nya Iyon”
“Wanita zaman sekarang….” Jawab Pak Eddy menjauh dari gerbang itu
“Pak…pak tolong pak, bapak boleh gak mempersilahkan saya masuk, tapi mohon pak, kasih buku ini ke Iyon..”
Pak Eddy pun mengambil buku PR itu yang diselipkan di celah kecil yang menempel pada tembok sebelah gerbang.
****
Sekarang ia sendiri lagi, didalam
hujan deras yang mulai mereda. Kedua lengannya saling memeluk tubuh
menggigilnya itu. Wajahnya pucat pasi, bibrnya membiru, rambut-rambutnya
yang basah mulai lepek. Seragamnya masih basah dicampuri dengan bercak
cipratan lumpur. Ia terduduk diatas tanah, dipinggir trotoar. Otaknya
sedang terus memikirkan, apakah buku PR itu sampai pada tangan Iyon? Ia
takut jika sebaliknya.
Banyak orang yang menoleh ke
arahnya, ada beberapa yang memasang wajah kasihan, namun ada beberapa
lagi dengan tampang yang sinis. Menyadarinya, Luna berusaha bangun,
namun rasa dingin yang maha dahsyatnya membuat tubuhnya seakan membeku,
sulit rasanya untuk memecahkan kebekuan itu, Ia sekarang semakin
membatu, mulai Nampak darah yang menerjun dari kedua lobang hidungnya.
Hanya niatan membuat Iyon tersenyum yang kini menemaninya
*****
Suasana pagi memulai harinya
kembali, hari ini semua PR terselesaikan dirumah. Tak juga ada satupun
yang tertinggal. Semua berjalan tenang kembali, tapi dirinya masih
menunggu kekasih gelapnya itu di bangku kantin, sudah 5 menit Luna telat
absen. Sapaannya belum juga terdengar di telinga Iyon. Rasa kecewa dan
kesal mulai menggores-gores perasaannya. Tangannya mengepal, Ingin
segera ia daratkan di wajah Luna, agar Luna tahu diri.
“Selamat pagi Iyon..” sapa luna dengan wajah pucat sambil membawa satu buah gelas berisi minuman favorit Iyon
“PLAKKK!!!” sampai juga kepalan tangan itu ke pipi Luna,
Air mata luna yang meretakkan kepucatannya terjatuh begitu saja, tanpa suara, tanpa tanda-tanda.
“Iyon, aku minta maaf, jangan marah” mohon Luna
“udah cukup ya Lun, kamu buat aku marah, kemarin
buku PR aku telat dateng gara-gara kamu dan itu buat aku telat rapat
osis buat bikin topic mading, dan gara-gara itu juga mading masih sepi
kayak hari sebelumnya, kamu emang gak beda dari cewek pembawa sial,
selalu jadi penyebab dibelakangnya mading sepi”
“Yon, aku khilaf. Tapi please senyum…. jangan
marah, ini aku bawa milkshake taburan keju, kamu belum minum ini kan?”
ucap Luna dengan suara goyang
Semua mata murid murid dan penjual di kantin memerhatikan kejadian yang sering terjadi itu. Ada beberapa yang sembari berbisik.
Alice mengelap darah yang keluar lagi dari lobang hidung Luna. Batinnya menahan ocehan Sandy yang terus bergerayangan.
“Lun, udah cukup ya. Satu-satu nya
cara lo harus putusin Iyon, gue gak mau lo ter….”
“Sandy cukup!” seru
Alice.
“Luna lagi gak butuh nasehat lo, dia butuh istirahat, kalo lo
sayang sama sahabat lo mending keluar!” lanjutnya
Sandy memundurkan langkahnya, lalu keluar sambil membanting pintu.
“Lun, lo tau kan Alice sayang
banget sama Luna, kalo ada apa-apa cerita sama Alice ya Lun…” ucap Alice
sambil memeluk Luna dengan begitu eratnya
“udah… soal Iyon gak usah dipikirin, gak usah dengerin kata orang lain, Iyon sayang kok sama lo” lanjutnya lagi
Seorang Delaluna tersenyum lagi sambil berkata lembut
“Terimakasih ya Lice, gue sayang lo” Jawabnya sambil membalas pelukan Alice
“kriiiiiiiiiiingggg…” Bel tanda istirahat berbunyi.
Luna mencoba untuk bangun dari duduk lemahnya
“Luna jangan keluar dulu…” larang Alice
“Tapi nanti Iyon marah lagi, kasian dia”
“Luna… Iyon ngerti kok”
“Tapi gue mau liat senyum Iyon”
“Oke, tapi gue anter”
*****
“eh tuh dia Luna, seumur hidup
belum pernah dapet pacar cakep kali ya, sekalinya dapet gak mau dilepas
sampe biru biru gitu mukanya.. Hahahaha” ledek Riana, ketua osis yang
juga menggemari Iyon
Luna berusaha menebalkan wajahnya,
seolah tak pernah mendengar kalimat busuk itu sambil meneruskan
langkahnya, menarik tangan Alice yang hampir ingin mengeluarkan
amarahnya pada Riana
“Kak Luna…” panggil Shania, adik kelasnya
“Hey Shan…” balasnya
“kakak kok pucet banget?
Denger-denger tadi abis ditampar kak Iyon ya kak? Emang kakak salah apa?
Kakak kan orangnya baik, mending tuh kak, kakak pu…”
“eehh Shania, gue sama Luna mau ke kantin dulu ya Byee…” ucap Alice sambil meninggalkan Shania, yang wajahnya mulai menciut
*****
Rabu.
Rabu pagi yang kelam. Tak terlihat sebatang hidungpun di ruang osis,
begitu pula dikantin, Semua ramai berbisik didepan mading sekolah. Iyon
berlari kecil menghampiri mading itu. Begitu sampai, tak seorang murid
pun menyingkir memberi celah untuk Iyon lewat, mulut mereka mennyuarakan
sesuatu yang tak jelas, namun sepertinya haru, lalu tiba tiba Iyon
dikagetkan oleh seseorang yang menyentuh pundaknya secara tiba tiba. Ia
menoleh. Sandy rupanya…, dengan tangan yang menggenggam selembar kertas
yang ditimbuni goresan tinta hitam.
“paan nih san?” Tanya Iyon heran sambil mengambil kertas itu
“baca aja, “ ucapnya lalu meninggalkan Iyon
“Hey Iyon ku sayaaaang, selamat pagi ;D
Gimana? Kamu udah dapet pesenan
milkshake taburan kejunya belum? Atau justru udah kamu minum? Hehe.
Maaf ya, pagi ini aku gak bisa pesenin minuman berharga itu buat kamu.
Ohya yon, kamu udah liat mading belum? Mading nya rame gak yon? Kalo
bener rame, itu surprise loh yon buat kamu, kan kamu bilang aku selalu
jadi penyebab sepinya mading, sekarang itu adalah pengganti semua
tindakkan bodoh aku yang sering buat kamu kecewa, tapi yon satu yang
harus kamu tau, aku itu tulus bantu kamu, walaupun bisa dibilang,
ketulusan aku itu terposisikan diatas cibiran anak anak sekolah kita
yang selalu bilang kalo aku satu-satunya cewek oon yang mau aja
diperbudak sama kamu, trus mereka bilang aku selalu dibohongin kammu,
ada juga yang bilang kalo aku takut kehilangan kamu, Cuma karena kamu
cakep dan tenar. Kamu percaya kan kalo mereka itu salah, lagipula kamu
kan bilang kalo kamu cinta sama aku, sedangkan cinta gak pernah bohong,
maka itu aku gak pernah mau kehilangan kamu yon, cinta itu kan asalnya
dari aku, kamu dan hati kita yon, bukan dari mereka, ya kan yon? Yon,
aku tau hari ini aku pasti bakal buat kamu lebih dari kecewa karena aku
gak bias ketemu sama kamu, abis yon, hari ini aku ngerasa ngantuuuuk
banget, dan aku itu Cuma mau tidur, tidur dan tidur, nanti jangan lupa
yaa dateng kemimpi aku.
Salam cinta,
Delaluna
Begitulah isi surat yang Iyon baca,
Ia kembali mengepalkan tangannya, wajahnya memerah, Yang ada
dipikirannya hanya satu, Ia ingin mendaratkan kepalan tangannya yang
keras itu ke pipi Luna, Ia ingin membuat Luna semakin tahu diri.
Tanpa berpikir
panjang, Iyon langsung memanfaatkan pintu gerbang sekolah yang terbuka
lebar untuk keluar, mengantarkan jalannya menuju rumah Luna, untuk
segera menampar wajah Luna yang semakin mempermainkan dirinya. Ia segera
keluar, meninggalkan suasana redup sekolah yang tadinya sangat Ia
heran-herankan.
Ia berlari secepat mungkin,
napasnya berubah menjadi kembang tempis, telinganya seperti mengeluarkan
asap asap emosi, bibirnya termaju merapat, yang ia niatkan hanya satu
yaitu membuat Luna tahu diri, sangat berbeda bukan dengan niat Luna saat
itu, saat Ia rela menembus air air hujan dengan derasnya dengan
milyaran dorongan yang mengandung satu niat yaitu membuat Iyon
tersenyum. Haha, alangkah lucunya mereka, sempat meneteskan rasa iba
yang begitu mendalam untuk Luna, namun rasa iba itu berbalik seketika
menjadi rasa benci pada Iyon saat melihat usaha geramnya hanya untuk
menampar Luna.
Langkahnya semakin melari, tak
perduli dengan apa yang dilihat orang terhadap dirinya, Namun tertiba
pandangannya tersudut pada banyak orang yang menunduk lesu disekitar
rumah Luna, banyak isak tangis yang menggema-gema, Hati Iyon menciut
seketika, wajah emosi yang dahsyat meredup seketika, pupil matanya
membesar seperti baru saja dihadapi oleh sebongkah gelap gulita,
Langkahnya mengecil, kecepatannya berkurang, lama-lama ia berjalan
dengan langkah yang tak sama sekali terisi energy, Ia berubah seketika
seperti seorang lelaki yang tak bermandikan cahaya, oksigen, makan dan
minum dalam kurun waktu yang amat sangat lama. Apalagi dengan degup
jantungnya saat benar-benar berada didepan rumah Luna, Yang semakin
memukul, seperti seorang ksatria yang memukul dan menginjak injak suatu
bendungan, amat berdegup dahsyat. Yang terbayang dibola matanya kini
adalah bendera kuning yang tertiup rerapuhan angin, langkahnya semakin
memaju walaupun gontai,
“Iyon!” panggil Alice dengan kerudung hitamnya
Iyon tak menjawab, namun Alice menghampiri
“bilang apa lo sama dia yon? BILANG
APA? Lo udah biarin sahabat gue mati sebelum dia tau SIAPA ELO!” Tanya
Alice dengan luapan emosi dan secercah air mata
Semua orang menoleh melihat kejadian geram itu, namun Sandy datang tiba-tiba, mencoba meredupkan emosi Alice
“Lice… lice liat situasi lice, lo
boleh marah sama dia, tapi jangan disini, kasian Luna” ucap Sandy
sedikit berbisik sambil menuntun Alice menjauh dari Iyon.
Sekarang, rerintikan hujan yang dua
hari lalu membasahi Luna, datang lagi untuk membasahi Iyon, Ia masih
berdiri di posisi semula, air matanya hampir tak terlihat, namun Ia
benar benar menangis sambil menunjukkan matanya yang
meretak merah. Ia berdiri sendiri didepan teras rumah Luna, sambil
mengingat ingat hari kemarin, saat gadis itu selalu menyapa Iyon dengan
cerianya, selalu mengatakan hal yang tak pernah dikatakan oleh beribu
wanita yang diselingkuhinya, selalu mengantarkan minuman favorite
layaknya bidadari kayangan yang selalu setia melayani,
Suara beberapa orang yang mengaji
masih terdengar dari dalam rumah, namun masih juga ada yang menyelimuti
tangisan kecil, Iyon masih belum berani menatap Luna untuk yang terakhir
kalinya, namun kertas surat dari Luna masih digenggamnya, walau sudah
basah, Ia mengangkat kertas itu dengan hati yang merapuh, dilapisan
kertas itu terbayang wajah Luna yang tersenyum sambil berkata “Senyumlah
Iyon”
Delaluna, gadis berbeda itu, kini sudah benar-benar tidur…
ini kak? ini nyata?
BalasHapus