Senin, 13 Agustus 2012

Hey, Aku disini (Cerita Kecilku) by Me



Hey, aku disini.Tidak baik-baik saja. Tidak juga terlalu buruk. Semua berjalan seperti biasa, begitu cepat.
seperti pertemuan pertama kita.

Januari. Entah benar, atau salah, tapi aku yakin, itu namamu.
Saat itu, kamu datang, masuk tanpa mengetuk tabung kaca hatiku, dengan mengenakan kaos abu-abu, celana panjang hitam, dengan wajah kacau, seperti menunggu sebuah kepastian.

                                                                              ****

Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Tempat peraduanku, tempat yang menunjukkan arti dunia bagiku,
Hari pertama menginjak tempat yang banyak dipenuhi manusia 50 tahun keatas itu, biasa saja, aku datang dengan rasa tak biasa didada, rasa sakit yang tak juga begitu dalam, datang bersama raja dan ratu dalam hidupku; Ayah dan Ibu. Disaku-nya terdapat setumpukan uang berwarna merah muda, tapi bukan. Bukan milik mereka.

Dengan kerudung biru, aku duduk ditengah lalu lalang remaja tahun 70-an.Mataku sesekali, mengikuti arah mereka, Sungguh kasihan, tak banyak mereka yang ditemani anak cucu, ada yang sendiri dengan tongkat kayunya, ada juga yang disampingi sang kekasih, berjalan nampaknya pasangan kayangan, yang menjinjit diatas karpet tahta, dengan senyum yang mengembang, dengan wajah yang keriput.

Kemudian, ayah dan ibu datang, membawa selembar kertas putih berisi barisan tinta.
membawaku ke sebuah ruangan, yang mempertemukanku kembali pada remaja 70-an, walau berbeda wajah, juga jiwa. Kadang, mataku melihat beberapa wanita muda ber-jas putih, sambil mengeluarkan kata-kata asing, yang tak kumengerti apa.

Hari pertama, tak begitu banyak perjuangan. Sama saja seperti hari kedua. Kedua hari itu, hanya memintaku untuk memasukkan tangan kananku, kedalam sebuah alat pengukur tensi besar.
yang tak biasa kulihat.

Aku masih merasa biasa-biasa saja. Hingga Tuhan membiarkan aku sampai ke hari ketiga. Hari dimana aku menjalankan echocardiography untuk yang ketiga kalinya. Maaf, jika aku tidak bisa menjelaskan apa itu. tapi aku yakin, jika kalian mau, kalian bisa cari di jaringan internet :)
aku hanya bisa mengingat dan merasakan kembali, bagaimana pahitnya saat itu.

Saat pertama masuk kedalam ruangan echocardiography, aku memakai baju yang disediakan.
berwarna biru polos. Ruangannya gelap, banyak suara rintihan dari pasien sebelumku, aku dipersilahkan duduk, oleh petugas rumah sakit berbaju hijau.

'Slep' saat aku duduk, aku merasa ada yang aneh, ruangan gelap itu serasa semakin dingin, semakin gelap, jantungku seperti tak di tempatnya, detakan yang aku rasa dalam dada, seperti detakan petir yang menyambar-nyambar bumi. Aku merasa juga, kulitku mengelupas, berat badanku semakin menipis. kurus kering. Dan... sakit.
Aku hanya bisa mengucapkan dzikir dalam hatiku.

"Ahh..." terdengar desahan, seorang ibu yang tak lagi muda dalam bilik paling pojok ruangan ini.
"tahan ya bu..." balas seorang wanita bersuara merdu

Tuhan. Inikah jalankeluar untuk aku? wanita yang lemah, berwajah lesu. Jalan keluar yang hanya memfasilitasiku orang-orang gabut, sementara, tidak ada penerangan untukku melihat, aku ingin keluar, ketempat terang, kedunia mereka.

"Derttt..." suara bagian bawah pintu yang menggesek lantai terdengar. Ada seorang lelaki berwajah lima belas tahun, terduduk lemah di atas kursi roda, dibelakangnya, ada seorang bidan berambut sebahu yang meminjamkan tangannya. Untuk membantu lelaki itu berjalan. Berjalan diatas roda pengganti kaki kakunya.
Lelaki itu diberhentikan, tepat di samping kursi tempat dudukku. Tangannya terus menggenggam erat salib yang menggantung dilehernya. Terus menunduk. tak sadar, jika sedari tadi aku memerhatikannya.
memerhatikan rambut-rambut yang menutupi dahinya, memerhatikan mulutnya yang terus berkomat-kamit, memerhatikan genggaman tangannya, memerhatikan telinganya yang ditutupi kedua kepala earphone.
Dari luar, dari telingaku. Terdengar putaran lagu klasik. lagu yang amat sangat lembut. Lagu yang membuatku tenang, lagu yang mengembalikan jantungku. jantung yang bocor kembali menjadi tertutup rapat, lagu yang menyatukan ragaku yang tadinya berceceran entah kemana, liriknya, tak terdengar sejelas nadanya.
lagu itu, mengantarku untuk juga menutup mataku.
Kita sama-sama terpejam sekarang, didalam satu ruangan, didalam satu nasib, didalam satu lagu, didalam satu do'a, didalam dua Tuhan.

 "Audisya!!" seru bidan yang memanggil namaku. dari bilik tengah.
Mataku terbangun dari pejaman panjang. matanya juga.
Ia melihat ke arahku. jantungku kembali berdetak keras. Lalu matanya, tertutup lagi.
Aku bangun, segera menuju bilik tengah, sambil diiringi doa dalam hati
"YaAllah, satukan kita"

Agar hasil perekaman jantungku, sama dengannya.
Lalu, kita satu nasib kembali. Satu jiwa kembali. Satu raga kembali.
                                                              ****
Aku terbujur kaku diatas ranjang ini, sambil sibuk memerhatikan alat aneh disampingku. Sang dokter berpostur tubuh tinggi, menyebutkan kumpulan angka angka yang ia lihat di alat asing itu, pada bidan disampingnya. Tak jelas, semua tambah asing, tambah kacau dan berantakan.
Jantungku terasa menciut. tiga alat asing yang menempel pada dadaku seperti semakin menyiksa kerja jantungku. Kau tahu? aku hanya merasakan sakit. Bahkan rasa cinta yang baru saja datang hilang sekejap.
Tuhan, aku tahu aku baik-baik saja, aku tahu bahwa besok akan aku rasakan, tapi, kenapa hari ini harus datang? Kenapa hari ini harus mengacaukan pola pikirku? Kenapa hari ini aku banyak bertemu dengan sesuatu yang sangat asing?

Aku tahu karena aku baru saja mendengar do'a ibu dari luar. Tuhan, mengirimkan kalimat suci itu kehadapanku. Itu tandanya? Aku pasti kuat

Walau, alat-alat ini terus menyiksaku, terus menghantamku, terus melahirkan luka lebam, aku pasti kuat, ibu.

Tertiba, telingaku mendengar suara air yang keluar dari alat itu, tapi tak sama sekali aku melihat air itu.
aku hanya melihat gambaran jantung dilayar besar nya, jantung yang detakannya cepat. semakin cepat.
perkataan yang keluar dari mulut dokter itu juga semakin cepat, detakan jam dinding, semakin cepat, pikiranku tentang nasibku semakin cepat, semua sama-sama berlari cepat. berlomba-lomba, namun, suara dokter disampingku pemenangnya, ya suara itu.
"Kamu hebat, kamu baik-baik saja"
senyumku mengembang, bola mataku melapisi kaca-kaca air mata.
rasanya ingin aku meneriakkan kata
"Aku jagoan, ibu" tapi nanti, bila aku keluar, bertemu dengannya. YaAllah, terima kasih. Segala puji bagiMu.

Aku keluar dari bilik tengah ini, mataku kembali terarah pada lelaki itu. Ia masih saja terpejam, masih saja menikmati lagu indah itu. Aku ingin memanggil namanya.Tapi siapa? Aku tak tahu, aku ingin menyentuh pundaknya. Tapi siapa? Aku tak kenal. Aku ingin menunjukkan sinar taburan bintang yang berbeda-beda
Tapi siapa? Aku tak kenal
Aku tak kenal dia,
Aku hanya kenal lagu klasik itu. Lagu kita.

"Januari?"
nama itu keluar dari bilik yang sama, yang sebelumnya juga menyuarakan namaku. Matanya terbuka, seketika. Ia melepaskan kepala earphone, dari kedua telinganya. Lalu tangannya, menggerakkan roda-roda yang membantunya berjalan. Ingin rasanya, aku membantu. Tapi sekali lagi aku harus berkata;
Aku tak kenal.

Seiring dengan langkah roda-roda berputar yang digerakannya, pandanganku tetap mengikutinya.
rerintikan air, keluar dari kedua bola mataku. 

Ini hari pertama, aku mencintainya.
Ini hari pertama, aku tau cinta.
Ini hari pertama, dia datang ke duniaku

Namun, ini juga

Hari terakhir, aku harus merelakan cinta
Hari terakhir, aku harus melupakan cinta
Hari terakhir, dia benar-benar aku lihat

Sampai jumpa, suatu hari 
kita pasti akan dipertemukan
kita akan berada di dalam satu lngkaran, didalam satu nasib, didalam satu lagu, didalam satu jantung, 
dan mungkin, didalam satu Tuhan
                                                          ****
Hey aku disini, masih mengingatmu, masih mengingat lagu kita.

Salam rindu,
Wanita jagoan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar