Sabtu, 10 November 2012

Selamat Malam, Diova



Malam ini, aku kembali menunduk. Tak hanya kepala, hati begitu jua. Tapi, tak lelah aku berharap tentang esok yang harus jadi istimewa. Yang nyatanya tak ada dikemarin-kemarin. Bukan sebuah kemungkinan lagi kan, kalau istimewa bagiku berbeda dengan bagimu, terkadang saat kamu bermimpi mendapat kecupannya malam ini, aku hanya bermimpi melihat mata bulatnya. Dan jika saat ini kamu menganggap istimewa adalah bersamanya seumur hidupmu, aku menganggap istimewa adalah memandangnya penuh hari ini. Ya, hari ini. Cuma hari ini.


“Kalo sedih terus, sayang banget ya…” kata lelaki itu yang tertiba muncul lagi dibalik tirai

“emangnya harus gimana lagi.. gak segampang yang lo bayangin bung” balasku sambil mengeratkan pelukan buku asing ini.

“saat gue kecil, bokap sering bilang, waktu elo, gue, dia dan mereka dalam hidup gak banyak, kalo kita
kebanyakan sedih, kapan senengnya?” ucap lelaki itu dibuntuti tanda tanya

“tapi… apa bisa kita maksain hati buat tetep seneng, padahal aslinya rapuh…” balasku tak mau kalah

“Rapuh karena hal yang enggak jelas?” tanyanya balik

“bukan gak jelas… tapi…”

“masalah yang gak jelas, akan berakhir gak jelas juga” potongnya

“apa yang buat lo sangat yakin, kalo masalah gue gak jelas?” tanyaku menantang

“Iya lah, lo yakin kalo “lelaki itu” lelaki yang sering lo panggil Januari, Yang sering lo sebut ditengah tidur lo.

Lo seolah yakin tentang perasaan cinta lo ke dia, padahal… Tuhan baru mempertemukan kalian sekali. Terus pertemuan itu, lo sia-siain gitu aja, dengan kepergian lo. Lo pecundang, va” ujarnya lancar

“pecundang?” tanyaku yang masih kebingungan dibalik tirai ini

“Setelah lo dapetin “buku” lelaki itu, lo pergi dengan milyaran kepercayaan kalo, buku itu bakal kasih banyak
  jejak tentang lelaki itu, padahal saat lo buku buku itu, apa yang lo liat?” tanyanya

“Sesuatu yang gak penting, dan bukan apa-apa….” Balasku sambil menunduk

“Percuma kan? lagipula sesuatu yang gak penting dan bukan apa-apa bagi lo, belum tentu bukan apa-apa bagi lelaki itu…”

“Seandainya, Tuhan bisa pertemuin gue sekarang sama Januari, gue janji bakal balikin buku ini. Tuhan, gue butuh waktu lima belas menit aja…”

“Tuhan kasih waktu lebih, bukannya dari tadi Tuhan udah kasih, sebelum lo minta kan? makanya biar lo gak mau kecewain lelaki itu, jaga buku asing bagi lo itu baik-baik, satu lagi, nama gue Erlangga, bukan Januari. Selamat malam, Diova”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar