Minggu, 16 September 2012

Rasa Itu Bernama Cinta (happy15th birthday Emir Mahira)

Senin, 16,00


"Emir....." Panggil mamahnya dari dalam rumah

"mir....." panggil Karil menyusul

Emir berhenti, setengah menoleh, tak menjawab apapun.

Mamahnya yang tertiba ada didepan pintu, menyilangkan tangannya dan berseru "yakin mau ke daerah ladang sendiri? gak takut kepeleset kayak dulu lagi?"


Karil yang tengah terduduk, membuka mulut lagi..
"yakin mir lo gak takut? bawa handphone gih, nanti kalo kepeleset misscall"

   Emir yang memasang tampang geram langsung menaiki sepeda hitamnya. Ia mengendarai sepeda itu dengan kayuhan yang amat sangat keras. Bukan apa-apa, mungkin yang ada didalam perasaannya sekarang, Ia mulai benci terhadap siapapun yang tak mempercayainya sebagai lelaki sejati, dan yang ada didalam tanggapannya sekarang, semua orang menganggapnya lelaki mudah jatuh, lelaki lemah dan lelaki nyali pisang. Gampang patah.

  Terus mengayuh dengan tatapan rusuh. Lelaki itu berubah jadi lelaki nyali pisang, tapi memiliki amarah monster. Pesimis. Sensitif. dan Egois. Itu semua terjadi setelah sebuah keputusan yang mematahkan segala semangatnya datang. Keputusan ayahnya, yang menetap untuk tinggal di Singapura dengan alasan pekerjaan. Mungkin bagi ayah, mamah, karil dan kak omar itu sesuatu yang penting dan harus direlakan, tetapi untuk Emir? tidak, sesuatu yang penting baginya hanyalah ingin selalu didekat orang yang paling dicintainya, sembilan tahun yang lalu, Ia merasakan ditinggal wanita unik itu, Ayah tahu perasaannya. Sangat.. sangat tahu. Tahu bahwa Ia sangat merasa kehilangan wanita itu, tapi? mengapa ayahnya malah menambah rasa kehilangan itu? Konyol baginya.

Barisan ilalang mengalun menyapanya di sebelah kanan dan kiri, Ia mulai mengembangkan senyumannya, mungkin saat ini, hanya ilalang sahabatnya. Sahabat yang selalu tahu kapan ia akan datang, dan untuk apa ia datang, tujuan kedatangannya kali ini adalah untuk melihat tempat itu, ladang yang dipenuhi ilalang dalam kolong langit sore. Dan tidak lebih dari hanya sekedar memeriksa, apakah ladang ini masih sama dengan ladang sembilan tahun yang lalu?


                                                                     *******



Senin, 19.00. Stasiun Kota, Cikini DKI Jakarta

  Beberapa jenis warna wajah yang berbeda-beda sibuk berlalu lalang di hadapan Dara. Dara yang kini masih memasang wajah kecut. Ayahnya sibuk dengan koran-koran terbitan minggu lalu, tapi sesekali matanya melirik anak bungsunya itu.

"paling 15 menit lagi keretanya dateng, jadi orang yang sabar lah ndok" ucap ayahnya

"tapi kan Dara udah gak sabar pingin ketemu ibu yah...." jawabnya sambil memangku dagu

"ibu dirumah, gak bakal kemana-mana"

"iiihh, ayah tuh gak nger......"

"tuh kan, keretanya dateng!" seru ayah sambil melipat korannya

Dara ternbangun spontan, gadis 14 tahun itu langsung menarik kopernya dan berlari, tanpa menghiraukan ayahnya dibelakang.
                                                              ********

    Jari-jari lentiknya menyentuh kaca jendela kereta. Diluar hujan, jadi ia hanya melihat embun yang membekas. Tubuhnya bersender, sesekali wajahnya menoleh kebelakang, memastikan apakah ayahnya masih disitu? Tapi terkadang, ia juga berlari kembali menuju imajinasinya yang terus menggambarkan wajah dan suara orang-orang yang Ia rindukan di Yogya. Ada wajah Ibu, Mas Fathir, Mbok Wina dan Sahabat Kecilnya. Lelaki yang terakhir dilihatnya umur 6 tahun itu. Perutnya terasa sedikit tergelitik mengingatnya, haha... Toge. Ya, dia biasa menyebutnya Toge, lelaki kurus kecil yang selalu berusaha untuk menjadi lelaki sejati, amat lucu dan sangat-sangat lucu.

Tiba-tiba ditengah tawanya yang semakin tergelitik,

"permisi, mau pakai selimut dek?" tanya petugas kereta

"oh iya makasih mas..." jawabnya sambil meraih selimut

Lalu pikirannya kembali lagi kedalam imajinasi itu, yang didalamnya selalu ada dia. Toge, yang Ia tahu adalah lelaki kecil yang selalu mencoba membangun kalimat-kalimat cinta yang romantis, mencoba untuk menguraikan kata cinta, dan justru Ia pernah menyatakan cinta kebeberapa wanita yang umurnya lebih lebih tua darinya, Haha. Yang paling Dara ingat, Saat lelaki itu berumur 5 tahun, Ia pernah menyatakan cintanya pada seorang tukang jamu yang terkenal paling manis di desanya, tukang jamu itu adaah wanita ke 2 yang menjadi sasarannya dan kata cinta pertama yang keluar dari mulut Toge adalah "Saya Tresno Karo Koe". Terlalu kecil untuk melakukan itu semua, bukan? Namun kini, saat umurnya sudah tak kecil lagi, apakah dia masih melakukan hal yang sama? Mungkin saja Ia akan melakukan hal yang sama; yaitu menyatakan cinta pada Dara.

Dara tersenyum geli tiada henti, Tangannya semakin erat menggenggam selimut yang menyikap tubuhnya, mungkin udara pukul 03.00 pagi didalam kereta, terlalu dingin untuknya.

                                                                     *******
Semuanya penuh dengan kemustahilan, hanya sebuah harapan semu yang membuat dia tersenyum, walaupun masih berdiri di tengah kemungkinan.

Suara Boy George, vocalis band 1980-an yang bernama Culture Club masih bernyanyi lagu Karma Chameleon dalam earphone yang terbenam dalam telinganya. Kali ini, Ia tak ikut terbenam dalam sorenya ditengah ladang, Kali ini Ia tahu waktu. Kapan ia harus ada dirumah, dan kapan tidak. Ia sedang terduduk sendu disamping Kak Omar yang sedang sibuk dengan blackberrynya.

"besok ada tamu istimewa lho..." ucap mamah Trien memecah kegaringan

"sapose mah?" tanya Karil

Mendengarnya, kak omar langsung melempar bantal kecil ke arah karil "ngapa jadi ngondek? dasar alay"

"syuuut, kok pakek lempar-lemparan segala, mending pakek gendong-gendongan aja...." ucap mamahnya dengan maksud menyindir Emir

Emir mengangkat dagunya, wajahnya melongo, seperti teringat oleh sesuatu yang hampir terkubur..

"Jadi..... tamunya be..." kata Karil

"syuuut" potong mamah.

Emir mengkerutkan keningnya, Sepertinya ada secuil ingatan yang mengganjal, tapi belum juga bisa ia menggapainya,

                                                                     *******

"tok... tok... tok" ketuk Dara dari luar "ibuuuuuuuuu Dara pulang" lanjutnya

"Da.. ra, kebiasaan lupa bilang Assalamu'alaikum" kata ayahnya

Dara menoleh dan berkata "oh iya, lupa assala...."

"wa'alaikum salam.. DARA?"

"Mas Fathir?"

Mereka sontak saling kaget dan spontan saling memeluk.

"mas, Dara kangen banget sembilan tahun kita gak ketemu..."

"Dara kan dulu gendut, kok sekarang cantik gini? udah pakek kerudung juga? serius ini Dara?" tanya mbok Wina yang tertiba datang.

"mbok Wina? serius mbok ini Dara!"

"yaampun ndok, mbok udah lumutan nungguin kamu disini nak"

"sama mbok, dara juga. ngomong-ngomong ibu ke mana? Dara kangeeenn"

"Ibu lagi senam, paling dikit lagi sampe" jawab Mas Fathir

"Mas Dimas?"

"Mila?"

"IBUUUUU"

Mereka bertiga spontan saling berpelukan, mungkin untuk pelan-pelan menghempaskan ketebalan rasa rindu.

                                                               *******
19 September 2012

Malam datang lagi, tapi kali ini mungkin lebih special. Karena milyaran lampion-lampion kecil membantu sinar bulan dan bintang menerangi malam ini. Alunan musik biola, petikan gitar, dentingan piano berkolaborasi dengan suara metalofon, gambang, gendang dan gong. Mereka bersatu membentuk sebuah  irama lagu untuk malam ini. Malam istimewa.

"happy birthday ya mir" ucap ayah, yang wajah dan suaranya ada didalam laptop Emir, mereka sedang berada dalam sebuah jaringan, saling melepas rindu lewat 'skype'

"kan belum jam dua belas malem yah" jawab Emir dengan mata berbinar-binar

"tapi disini kan udah mir" tanya ayah

"haha, ayah mah ngaco. kan beda! yah, emir udah jago ngegombal loh sekarang"

"coobaa gombalin ayah.."

"dih emang Emir cowok apaan?"

"kok kita jadi ngondek gini ya mir?"

"loh, jangan-jangan Karil suka ngondek gara-gara sering skyping sama ayah ya?"

"wezz, enggak dong..."

"enggak salah lagi kan yah?"

"bisa aja kamu..."

"bisa dibilang begitu yah"

"hahahahaha"

"yah..."

"ya?"

"udah mau jam dua belas malem nih, nanti kan ada acara gelap malam, udah dulu ya, Emir mau bantu mamah sama kak omar. Oh ya sebelum tidur, jangan lupa sikat gigi ya yah"

"siap  mir, semoga tahun ini kamu dapet sesuatu yang lebih baik lagi ya mir, tos?"

"TOS!!!"

Emir segera menaruh laptopnya dalam ransel, mencoba untuk mengabaikan beribu pandangan dan bisikkan wanita muda yang sedang menggenggam lampion kecil masih tak berlampu sambil mengarahkan matanya yang tertuju ke arah Emir.

Tertiba semua lampion yang ada dihalaman itu mati.Begitu juga dengan suara alunan musik yang sedari tadi bernada. Suara kaget tamu-tamu undangan mulai menyeru, Semua menjadi mati, dan malam itu terasa lumpuh seketika. Semua tamu undangan sepertinya sudah menggenggam lampion kecil. Kecuali dirinya. lima belas menit lagi, detak jarum jam tanda waktu tengah malam, juga pertanda umur 15 tahun untuk Emir, akan segera berdenting.  Maka apabila waktu itu datang, semua lampion-lampion kecil yang ada didalam genggaman tamu undangan akan menyala dengan trilyunan warna yang berbeda-beda Semua alat musik juga akan kembali bernada, tapi dengan lagu yang lebih lebih special lagi.

"Mohon perhatiannya sebentar :)" sapa suara wanita menggunakan microfon. "13 menit lagi, lampion kecil yang ada digenggaman tangan anda semua akan segera menyala, tapi ingat! sebelum menyala coba cari satu pasangan anda, entah itu wanita atau lelaki yang terpenting jika pukul dua belas malam nanti dan lampion sudah menyala, anda tidak sendiri lagi"

"waaa emir mana emir?" riuh suara wanita-wanita mulai terdengar

Namun mendengarnya, Emir langsung menjauh dari suara riuh itu, Entah menjauh kemana, yang terpenting ia mengikuti langkah hatinya.Tentu saja tanpa menggenggam sebuh lampion kecil.

Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Ia tertabrak oleh seseorang, entah itu pria atau wanita. Tapi sepertinya, ia mencium bau parfume yang sangat khas dan begitu dekat dengan dirinya. Yang jelas bukan mamahnya, karaena mamahnys tak suka parfum aroma peony. Tapi siapa?

"tunggu ya, lo disini aja! jadi pasangan gue. okey?"

Ternyata wanita, hati Emir mulai berdegup kencang,  dahinya mulai mengeluarkan titik-titik keringat yang hampir mengucur, Ia berpikir mungkin saja wanita ini adalah salah satu wanita dari sekumpulan wanita yang sejak tadi memerhatikannya, tapi hatinya berkata...............................lain.

"berapa menit lagi sih?" tanya wanita itu sedikit berbisik

"10 detik lagi" jawabnya juga dengan nada berbisik

"hah? dikit lagi dong?"

"ya.."

"Baiklah jangan lupa untuk memejamkan mata, kalau lampionnya sudah nyala baru dibuka, untuk melihat siapa pasangan kalian. Tinggal 5 detik, mari kita-hitung sama-sama,"

"5"

"acaranya, sedikit lebay" kata wanita itu

"4" sorak semua tamu

"fanatik" kata Emir

"3" sorak semua tamu

"bikin ngantuk" kata wanita itu

"2"

"dikit lagi lampionnya nyala" kata Emir

"SATUUUU"

      Lampion-lampion kecil itu mulai menyala satu persatu, benda kecil itu menunjukkan warna-warni cahaya. Sesekali datang kunang-kunang yang melintasi genggaman para tamu, Alunan musik juga serentak mengayun. Tapi semua mata belum terbuka, masih tertutup. Seolah ragu, seolah bimbang. Namun dari barisan tamu yang paling ujung, mereka mulai membuka matanya, dan mulai tersontak kaget dengan melihat pasangan masing-masing. Semua wanita yang memerhatikan Emir, memasang mata yang berbinar-binar, walau bukan Emir, tapi hati mereka mulai mengerti.Kak Omar mendapati wajah mamah Trien, Karil mendapati pasangan seorang gadis kecil berparas India.Sedangkan Emir? Ia belum juga membuka matanya, begitu pula dengan wanita dihadapannya. Padahal lampion yang mereka genggang sudah menyala. Semua mata dan lampion kecil mengarah kepada Emir dan wanita itu. Ada yang berbisik kagum, ada juga yang terkikik lucu.

"Toge?" heran Dara

"Bebe?" tak percaya Emir

Mereka berdua saling tertegun, tak percaya!

                                                                 *********

"udah lulus nyatain cinta ke mbok-mbok jamu?" tanya Dara sedikit meledek

"Entah kenapa, saat lo pergi keberanian dan kepenasaran gue buat nyatain cinta tiba-tiba ilang"

"ohya?"

"iya.. by the way lo udah taubat? pake kerudung segala haha"

"ngeledek aja lo, lagian emang salah apa -_-" cibirnya

"haha gitu aja ngambek....masih inget ilalang?" tanya Emir

"masih ge, itu kan tempat terakhir kita ketemu, yang saat gue lagi suka-sukanya megangin buntut topi lo haha, itu topi masih ada?"

"masih lah, percaya gak? wangi parfum lo aja masih kecium be ditopi itu"

"masa sih?"

"seriusan be...!" seru emir

"mustahil sih haha"

"nothing impossible kalee" ucap Emir

"selalu deh lo bilang itu, hehe"

"sebenernya...."

"sebenernya??"

"Saat terakhir lo megangin topi gue,"

"ya.........?"

"gue ngumpetin sebuah... sebuah"

"bunga mawar?" tanya Dara memastikan

"kok tau?" tanya Emir

"nebak-nebak aja lagi........"

"lo tau artinya?"

"enggak..."

"enggak sama sekali?"

"enggak se enggak enggaknya toge"

"sebenernya artinya...."

"DARA?" Panggil ibunya dari jauh

Dara menoleh, "bentar ya ge" lanjut Dara sambil mulai mengambil langkah berlari menuju ibunya

"DARA TUNGGU!" Seru Emir

Dara berhenti dari langkahnya, Semua mata kembali tertuju kearah mereka.

"Sebenernya, gue gak mau kehilangan lo untuk yang kedua kalinya, sebagai sahabat ya pasti takutlah. Bunga mawar waktu itu gak jadi sampe ketangan lo, karena nyokap lo udah manggil lo dan lo pergi, gak balik lagi. Tapi kali ini, dipanggil siapapun elo, dan kemanapun elo gue harus ikut. Ok, ini terlalu berlebihan, tapi gue gak mau bunga mawar kali ini lo tolak dengan kepergian lo gitu aja"

  Dara tersontak kaget, mulai tumbuh kembali rasa asing dalam kubu perasaannya. Entah apa, tapi ayahnya pernah bilang, rasa itu bernama cinta....


                                                                               ###
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar